Close-up of a dart hitting the bullseye on a black and white target board symbolizing success.

Mungkin Memang Bukan Jalannya

Kelas 12 di SMA adalah waktu yang paling krusial karena saat kelas 12 kita harus sudah menemukan minat untuk menentukan masa depan kita. Rovi sekarang sudah masuk ke kelas 12, tetapi sampai sekarang ia masih belum juga menemukan apa jurusan yang akan dia ambil saat nanti beranjak ke bangku kuliah. Kebanyakan temannya sudah tahu jurusan apa yang akan mereka ambil saat kuliah. Ketika Rovi bertanya kepada temannya tentang mau jadi apa mereka di masa depan, ada yang menjawab ingin menjadi dokter, pengacara, guru, bahkan ada yang ingin menjadi pebisnis.

Rovi sendiri kebingungan karena hanya dia sendiri yang belum menemukan minatnya. Setelah mendengar saran dari teman-temannya, mereka menyarankan Rovi untuk mencari minat sesuai dengan bakat ataupun hal yang dia sukai. Karena Rovi dulu pernah bercita-cita menjadi dokter, akhirnya ia memilih kedokteran.

Rovi mulai sering belajar biologi karena di pelajaran biologi dia selalu remedial. Sebelum PTS biologi, Rovi belajar untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Namun, setelah pengumuman nilai, ternyata Rovi masih saja remedi. Karena hal itu, akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk menjadi seorang dokter.

Sudah hampir setengah semester berlalu, Rovi belum juga menemukan minatnya. Salah satu temannya menyarankan Rovi untuk mengambil teknik yang didominasi hitungan dan fisika yang lumayan Rovi kuasai. Setelah mencari referensi di internet, Rovi jadi tertarik dengan teknik elektro UGM. Ia juga mencari referensi dari orang-orang yang dikenalnya yang pernah berkuliah di rumpun teknik. Salah satu saudaranya menyatakan, jika ingin mengambil teknik, lebih baik ambil teknik mesin karena teknik mesin bagus untuk mencari gelar S2 dan S3. Cakupan ilmu teknik mesin lebih luas, tidak seperti teknik elektro yang hanya membahas tentang listrik. Rovi yang tidak mau belajar lebih dan ingin langsung bekerja saja, memilih untuk mengambil teknik elektro.

Setiap hari, Rovi belajar mulai dari pulang sekolah hingga larut malam. Dia memelajari buku-buku try out yang dibelinya. Rovi juga mengikuti try out online yang ada di internet. Dia juga mulai rajin beribadah, seperti tahajud, puasa senin-kamis, dan puasa Daud supaya ia bisa lolos UTBK dan masuk jurusan yang diinginkan.

Tidak terasa ternyata sudah memasuki hari ujian. Perasaan Rovi menjadi khawatir karena takut tidak bisa diterima oleh PTN impiannya. Setelah pengumuman, ternyata dugaan Rovi benar, ia tidak lolos SMPTN. Akhirnya, ia mencoba jalur mandiri di universitas lain. Setelah pengumuman hasil ujian jalur mandiri, ternyata Rovi diterima di fakultas yang sama, di universitas swasta. Namun, Rovi memilih untuk tidak mengambil jurusan itu dan memutuskan untuk gap year selama setahun.

Selama gap year, Rovi memutuskan untuk travelling sendirian mengelilingi Indonesia. Tujuan Rovi melakukan travelling sendirian tanpa teman adalah untuk melepas penat dari ujian dan untuk bertemu dengan orang-orang baru.

Saat melakukan perjalanan ke Labuan Bajo, ia bertemu dengan teman baru dari Medan yang bernama Ferry. Ferry adalah seorang pebisnis F&B yang memiliki banyak cabang di seluruh Sumatera Utara. Ferry bercerita bahwa semasa SMA, dia ingin menjadi dokter. Tetapi, karena kondisi ekonomi dan tidak adanya dukungan dari beasiswa, Ferry memutuskan untuk tidak kuliah dan bekerja dengan seseorang di restoran padang di Medan. Karena keteladanannya selama bekerja, owner dari restoran itu menyarankan Ferry untuk melanjutkan kuliah dan akan menanggung semua biaya pendidikan Ferry. Setelah lulus kuliah, Ferry langsung mendirikan usaha kecil-kecilan pertamanya. Seiring berjalannya waktu, usaha Ferry berkembang pesat hingga dikenal di seluruh penjuru Medan. Mendengar cerita Ferry membuat Rovi akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah dengan memilih fakultas manajemen bisnis.

Sepulangnya Rovi dari travelling, Rovi mencoba sekali lagi untuk mengikuti SMPTN dengan memilih manajemen bisnis sebagai tujuan. Kali ini, Rovi merasa percaya diri dan mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan itu berbuah manis. Setelah diumumkan, ternyata Rovi diterima di PTN yang dia impikan.

Selama duduk di bangku perkuliahan, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan dan mengikuti perkuliahan secara serius. Lagi-lagi, kesungguhannya berbuah manis. Ia pun lulus dan mendapatkan gelar cumlaude sebagai tanda bahwa dia berhasil lulus sebelum 4 tahun.

Setelah lulus, Rovi diterima di salah satu perusahaan. Namun, saat bekerja di perusahaan, ia malah merasa ingin membuka bisnisnya sendiri saja. Rovi merasa memiliki modal yang cukup. Ia pun resign dari tempat ia bekerja. Karena dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Rovi memiliki semangat untuk tetap melanjutkan usahanya dalam membuka bisnisnya sendiri itu.

Pada tahun ke-5, jerih payah Rovi akhirnya terbayarkan. Pendapatan usahanya meningkat secara drastic, memiliki banyak cabang, dan Rovi kini bahkan bisa mendapatkan penghasilan tanpa bekerja keras lagi. Rovi sendiri tidak percaya dengan apa yang selama ini telah ia lalui hingga ke titik ini. Mulai dari tidak lulus SMPTN hingga memiliki bisnis dengan puluhan cabang. Rovi sekarang percaya bahwa Tuhan telah mengatur semuanya dan manusia hanya bisa memilih untuk melakukannya atau tidak melakukannya.

TAMAT

Oleh: Fairuza Nadhifan .I .H

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *