Puisi

Keris Itu Selalu di Atma

Keris itu slalu di atma. Warisan yang tak pernah angkara. Ia dapat menjelma alat murka, membawa derita lalu kesengsaraan Mampu pula membawa insan menuju samudra kebijaksanaan   Keris itu slalu di atma. Tak seperti pedang yang bersinar gagah nan wibawa. Ia mengajarkan hati yang rendah.   Keris itu slalu di atma. Sejak Ken Arok menantang takdir di Singosari sana. Empu Gandring tempa pusaka, jadi saksi bisu darah mengalir. Kala ambisi meraja, nafsu menggilas nurani yang lirih.   Keris itu slalu di atma. Waktu membawa kisah di Tanah Jawa. Syahdan, Diponegoro membawa cahaya. Keris suci menebas gelap, melawan kaum yang tertindas penjajah durhaka.   Keris itu slalu di atma. Posisiya di belakang, bukan di depan. Menghormati sesame, menghargai liyan. Bukan tuk memamerkan kehebatan diri.   Keris itu slalu di atma, yang akan lanjutkan anutan. Tidak sirna lewati masa, bertahan di tengah denyut peradaban   FLS3N Oleh: Muhammad Aldyansah Yoga Pratama Cabang lomba: cipta puisi

Keris Itu Selalu di Atma Read More »

TEMARAM

Rupanya dunia terlalu kejamSampai sampai Ia tersungkur dihadapan kebenaranTak tahu apa yang bisa diperbuatNamun hati kecilnya sulit berucap Ia berpikir dunia berpihak padanyaSeketika lupa pada apa yang telah dilakukannyaKesalahan yang disangka benarBertaruh melawan egonya sendiri Seolah tak pernah salahMenutup mata pada apa yang sebenarnya terjadiKepercayaan yang terus dikecewakanDan janji yang terus diingkari Ia kehilangan arahTerjebak pada kisah yang dikarangnya sendiriKesunyian pun hadirMenggantikan kicauan yang perlahan pergi meninggalkannya Seolah tak tahu apa apaIa terus bertanya mengapa ini semua terjadiEntah sampai kapan, namun keberadaanya terus diasingkanHingga sang terang datang membawanya pada kebenaran Oleh: Sausan Alayna .A / XI-1

TEMARAM Read More »

Cinta bernama Sepak Bola

Dengan cinta didalam sepak bola Di dalam kehidupan yang hampa Terdapat sebuah cinta Dengan nama lain sepak bola Selalu mendukung tim kebanggaan Dengan jerih payah perjuangan Yang tak lepas dari sebuah harapan Di bawah senja Dengan dukungan yang membara Menunjukkan apa arti dari setia Kekalahan dan kemenangan kita lewati Dengan semangat yang tiada henti Di atas tribun kita berjanji Cinta ini akan selalu abadi Oleh: Hannan Abdillah XI-1

Cinta bernama Sepak Bola Read More »

Urip Angel

Jahitan sutra yang tersimpan di ruang kelabu Arum duri yang tersampaikan hingga suaka satu Kunci ruang menjangkar kunci yang laib Erat yang pasti, namun cahaya tetap lalu   Terang bulan penjaga ruang Merangkul diri dengan bintang Udah murni cahaya, tak menyebar yang kurang   Berjalan di dunia dengan petunjuk yang dia bawa Antara gelap yang nggawe buta Nalika udan sudah lalu Ya jadi busur sang dewa Anggun yang sayangnya cepat lalu Kaca yang padat tak cair dia tak bisa   Berjalan di tebing yang ramai Angin melolong di puncak, bagai badai Namun barat sudah tidur lela Gawe gelo orang yang terlanjur bahagia   Equilibrium hidup sang bunga. Ituah dia Teratai cantik, melati suci. Semua menggambarkannya Sayangnya sakit. Jadi pelita tanpa melihat satu lainnya Andaikan, hanya satu malam saja petunjuk lain menyala baginya   Oleh: Alanendra Abhyasa .R XI-4

Urip Angel Read More »

Aturan yang Abadi

Aturan yang tercipta. Kian terlupakan. Banyaknya arus yang tercipta. Kian menghancurkan aturan. Tak sadar akan arus yang datang. Menghancurkan kisah yang di tetapkan. Kisah yang telah disiapkan dengan matang. Kian hangus perlahan. Di nanti untuk kembali. Tapi tak mau mengenali. Terjebak di ekspektasi. Tak terasa menghancurkan raga yang dikenali. Terhantam oleh keabadian ini. Tak sanggup untuk kembali lagi. Aturan ini akan tetap abadi. Namun kehidupan Insan ini tak abadi. ~ Mahatma

Aturan yang Abadi Read More »

Batas

Batas tak terlihat namun terasa jelas Membelah jarak dalam benang merah Seperti air dan minyak dalam ajang Berbagi ruang namun tak pernah lebur Bersentuhan tanpa bisa padu Begitu dekat, tapi jauh dalam satu waktu   Kita laksana sepatu kiri dan kanan Melangkah bersama, saling melengkapi Dua sisi dunia yang saling beriringan Yang tak pernah dapat sendiri   Bagai koin dengan dua wajah Berbalik arah tapi tak pernah lepas Saling melengkapi dalam satu kepingan Namun terpisah oleh sisi yang tak dapat disatukan Kau dan aku adalah jarak yang diam Dekat raga tapi jauh tak dapat digenggam Mungkin ini adalah takdir yang fana Berdampingan tanpa menjadi satu selamanya   Oleh Chaylano Desandria .N .P XI-4

Batas Read More »

Sang Anak Iblis

Dunia menatapku seolah aku sangat menjijikkan Dunia memperlakukanku bahkan lebih buruk daripada hewan Akan kubalaskan! Walau harganya tak terbayarkan   Demi kejayaan! Bahkan hamparan cerminan kebahagiaan kuhanguskan Demi kekayaan! Akanku taklukan semuanya walau dengan penuh kekejaman Demi kebebasan! Bahkan surga dan neraka akan kululuh lantahkan!   Sang “Anak iblis”? Akan kuterima dengan penuh kebanggaan Walau dunia menatapku penuh kebencian itu tak kan menjadi halangan Walau mereka bersujud simpuh memohon ampunan tak akan kupedulikan Akan kubuat mereka paham tentang rasanya kehilangan dan penderitaan   Kubuang sisiku yang penuh belas kasihan Kubuang seluruh kemanusiaan Akanku singkirkan semua tanpa pengecualian Karna hanya aku seorang yang akan berdiri tegak di puncak kejayaan         Oleh Kenzhi Hafiz .H XI-2

Sang Anak Iblis Read More »

Menanti

Waktu berjalan dengan cepat 5 hingga 6 tahun tak terpandang Sang lebih tua pergi mengembala Ke seberang untuk membara   Walau hati terasa gembira Melihat perjuangannya yang menantang Terdapat kesepian dan kerinduan yang tak terungkapkan   Di dalam rumah sunyi dan tenang Si bungsu terdiam Mengingat masa-masa lampau indah Sudahlah terbawa arus waktu terjam   Meski tak sabra menanti Sang bungsu mengerti Bahwa hidup tak selalu yang diingini – Nashwa Shabrina A. P.

Menanti Read More »

Konferensi Tanpa Kesimpulan

Di malam senyap, pijar lampu remang-remang Antara kita terduduk di tengah ruang Tanpa kata, tanpa suara Rembulan redup, tenggelam Waktu yang berjalan terhenti sejenak  Terpaku oleh tatapanmu, di sana kuliat kita dansa tanpa memikir apa yang terjadi kelak Detik berlalu, lambat laun nafasku memburu Bibir mu tertahankan layaknya ada sesuatu   Hari ini, kubuang segala sentimen itu Tergerak lisan ini, “Kita ini bagaimana?” “Tanyakan itu pada diri kita masing-masing” Berair netraku, kau menjauh dan kuliat dari sini punggungmu – Tyas Nisrina

Konferensi Tanpa Kesimpulan Read More »